Rabu, 03 Juli 2013

Belawan, 3 Juni 2013



     Aku tidak menyangka kalau menulis bisa membuat ketagihan seperti ini. Galau rasanya jika pemikiran di kepala belum tertuang. Mungkin itulah yang dirasakan oleh para penulis top, dimana mereka selalu merindukan untuk menulis. Yaaaahhh... kalau untukku yang baru belajar menulis, cukup dengan menuangkan pemikiran yang ada berdasarkan pada kegiatan yang terjadi setiap hari. Setidaknya itu cukup melenggangkan pikiranku yang entah kenapa selalu mucul pemikiran – pemikiran aneh dan berbeda dari kebanyakan orang. Apakah aku ini termasuk orang gila? Mungkin saja demikian. Tapi seandainya kebaikan maupun kebenaran yang ada dipikiranku dan aku dianggap gila, maka tidak masalah bagiku. Seperti apa kata Gie, “ Lebih baik terasing dalam kesendirian dari pada hidup dalam kemunafikan.  Aku adalah aku, tidak perlu menjadi orang lain untuk bisa diterima, cukup menjadi diri sendiri.


     Banyak yang tidak sadar pada tanggal 1 Juni lalu sebenarnya kita memperingati hari bersejarah bagi negara kita.  Ya..., pada tanggal itu 68 tahun yang lalu Pak Karno menyampaikan pidato didepan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) yang berjudul Lahirnya Pancasila yang diterima secara aklamasi. Dari pidato pak karno yang tidak dipersiapkan secara tertulis itulah akhirnya BPUPKI membentuk panitia sembilan untuk kemudian merumuskan Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila. Proses selanjutnya dapat kita baca di buku – buku sejarah sekolah. Adapun konspirasi – konspirasi yang terjadi pada saat perumusan Pancasila itu hak masing – masing pribadi untuk percaya atau tidak.


     Pancasila, saya rasa tidak asing bagi mata dan telinga kita. Disetiap upacara senin pagi di sekolah – sekolah selalu diucapkan. Dapat kita jumpai pula menempel di dinding kantor maupum kelas. Hal yang jamak kita temui di kantor – kantor pemerintahan. Akan tetapi sangat disayangkan, kelima sila yang terkandung didalamnya hanya sebatas diucap dan ditempel. Apalagi belakangan ini ketika demokrasi dijunjung bahkan didewakan, Pancasila seolah tenggelam oleh demokrasi. Dengan demokrasi yang diagungkan, Pancasila menjadi penafsiran tersendiri bagi tiap – tiap individu. Demokrasi menjadi sebuah asas yang mengalahkan asas Pancasila. Demokrasi menggantikan Pancasila dalam setiap dasar kegiatan berpolitik. Demokrasi seolah menjadi mantera ampuh untuk membenarkan segala hal. Demonstrasi yang merusak mengatas namakan demokrasi, penjarahan mengatas namakan demokrasi, bahkan rapat anggota parlemen menjadi ribut karena sebuah demokrasi. Dimanakah nilai – nilai Pancasila yang agung yang menjunjung tinggi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan?


     Apakah Pancasila yang dirumuskan oleh para pejuang – pejuang dulu hanya sebatas ucapan saja sekarang. Jika para pencetus Pancasila itu masih hidup, niscaya mereka akan menangis melihat pengorbanan mereka meletakkan dasar negara diinjak – injak seperti sekarang. Pengorbanan harta, tenaga, waktu, bahkan nyawa sekalipun mereka berikan demi kehidupan generasi penerus mereka kelak. Namun, sekarang pengorbanan mereka menguap tanpa bekas. Alih – alih menjadi manusia Pancasila, kita justru menjadi manusia munafik yang hanya hafal Pancasila, mampu mengucap Pancasila dengan keras dan tegas tanpa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari – hari. Dimana nilai ketuhanan ketika ajaran – ajaran sesat, pelacuran, perjudian merajalela? Apanya yang kemanusiaan jika menggusur warga menggunakan kekerasan, demonstrasi mengutarakan pendapat disertai perusakan?  Bagian mana yang disebut persatuan ketika ada pemilihan kepala daerah pihak yang kalah justru menyerang yang menang? Apakah bisa disebut musyawarah jika rapat parlemen berakhir dengan ricuh? Dimanakah nilai keadilan jika seorang pencuri sendal dihukum 5 tahun kurungan sementara koruptor ratusan miliar hanya beberapa bulan saja?


     Mungkin nilai Pancasila sudah terlalu usang untuk jaman yang serba instan dan individualistis seperti sekarang. Lantas bagian manakah yang perlu dirubah? Apakah Pancasila sebagai ideologi dan dasar kehidupan bernegara kita perlu dirubah? Yaaaahh... mungkin sekali waktu Indonesia perlu mencoba sistem kekhalifahan. Toh selama ini pun Pancasila tidak berarti besar di kehidupan negara kita. Atau mungkin masing – masing dari kita perlu menanamkan nilai – nilai Pancasila kembali kepada generasi penerus kita. Boleh saja generasi sekarang menjadi manusia – manusia munafik ber Pancasila, tapi jangan sampai itu terus mengakar hingga generasi berikutnya.
 
      Sebagai penutup, mungkin 1 Juni sudah terlupakan sebagai hari lahir dasar negara kita. Bahkan mayoritas lebih mengenal 30 September yang berdarah dan merupakan noda pada sejarah kita daripada 1 Juni. Mungkin juga demokrasi sekarang ini menjadi kata – kata ampuh daripada Pancasila. Tapi diatas itu semua, kita perlu ingat bahwa kita Bangsa Indonesia adalah manusia Pancasila. Kenapa kita tidak mencoba kembali pada dasar negara kita? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar